Pak Guru Nazriel, Kambing Antagonis dan Minyak Pelumas
// Category: aneh //Ndak. Percaya, saya ndak minat bergunjing. Ini bener-bener catatan yang (sebisa mungkin saya usahakan) bebas pergunjingan. Ini catatan yang seperti biasa saya catat. ISENG dan NGEYEL. Saya sudah memeriksa prenlis FB saya, dan ndak ada anak-anak di bawah umur disini, kecuali adik perempuan sayah (yang sudah duluan paham pola pikir si saya ketimbang orang lain). Meski saya ndak bisa menjamin bahwa umur yang cukup berkorelasi positif dengan kedewasaan. Dan catatan ini dibuat berdasarkan asumsi, dan realitas kedua.
***
“Wah… jangan-jangan yang nama depannya Naz Naz emang suka bandel…” Begitu kata Ibu saya di sebuah sore.
Gawatnya, nama saya Nadzir. Dan lebih gawatnya lagi, candaan Ibu saya itu ternyata berbuah mimpi aneh. Saya mimpi ketemu Nazriel dan kekasihnya itu. Meski saya rahasiakan dari sampeyan tentang isi mimpinya, yang jelas bukan mimpi mbikin film pendek terbaru.
Gawatnya, nama saya Nadzir. Dan lebih gawatnya lagi, candaan Ibu saya itu ternyata berbuah mimpi aneh. Saya mimpi ketemu Nazriel dan kekasihnya itu. Meski saya rahasiakan dari sampeyan tentang isi mimpinya, yang jelas bukan mimpi mbikin film pendek terbaru.
***
Nazriel. Terlepas dari benar tidaknya apakah beliau ini adalah pemeran utama film pendek itu, terlepas dari ketololan para pemburu gosip, terlepas dari gonjang-ganjing hukum dan antek-anteknya, terlepas soal halal-haram prilaku dan akibatnya, saya hanya ingin memandang ini dari sudut sempit kacamata 3D saya.
Bagi saya ini fenomena sosial budaya.
Bagi saya ini fenomena sosial budaya.
Karena ini bukan sekedar urusan haram dan dosa. Ndak perlu sekolah tinggi-tinggi dan ndak perlu mahir bahasa Urdu sekalipun seorang bocah 10 tahun juga sudah paham kalau perbuatan asusila itu dosa. Jadi rasanya ndak usahlah saya ikut-ikutan bicara panjang lebar soal haram dan dosa. Lagipula saya ini ndak banyak punya stok pahala untuk sanggup bicara soal dosa orang lain. Lah wong dosa saya sendiri aja ndak keurus, gimana saya ngurus dosa orang.
Banyak orang mengutuk Nazriel. Setelah sebelumnya (hampir) semua orang memuji-muji dan menikmati bakatnya dan film pendeknya. Itu biasa. Manusia kan emang begitu. Selain ada yang memang gemar ngurus aib orang ketimbang ngurus aib sendiri, ada yang demo-demo, ada yang cekal-mencekal, ada yang mengeluarkan ayat-ayat Tuhan, ada yang mengeluarkan pasal-pasal.
Kalau boleh angkat suara, saya justru ingin bertanya, “Mungkinkah Nazriel menjadi guru bangsa?”
HUSH! Jangan ngawur Dzir!
Ndak. Saya ndak ngawur. Cuma agak ngeyel. Penahkah terlintas di benak bahwa sepertinya saat ini Nazriel ibarat Yudistira yang kalah judi dengan Sengkuni? Atau seperti Rabi’ah Adawiyah yang melirihkan sajak, “….. masukkanlah aku ke dalam neraka itu, dan besarkanlah tubuhku dalam neraka itu, sehingga tidak ada tempat lagi di neraka itu buat hamba-hambaMu yang lain.” ? Ataukah seperti domba yang menggantikan tubuh Ismail?
Maksudnya?
Dunia selalu butuh kambing hitam untuk “syukuran” kemunafikan. Dunia selalu butuh keseimbangan “antagonis – protagonis” dalam skenario sejarah dan peradaban. Dunia selalu butuh bahan ejekan, lawakan dan hiburan sebagai “minyak pelumas” agar karat tak menggerogoti.
Karenanya, selain bakatnya, sosok Nazriel hadir untuk melengkapi kebutuhan dunia. Ia diharuskan menjadi kambing hitam antagonis yang berlumur minyak pelumas untuk kebutuhan dunia.
Indonesia dalam keadaan genting. Moral dan nilai sedang berada di titik nadir. Politikus kah ia, agamawan kah ia, orangtua kah ia, pejabat kah ia, artis kah ia, musisi kah ia, pendidik kah ia, wartawan kah ia, penulis kah ia, pengacara kah ia, aparat hukum kah ia, mahasiswa kah ia, anak muda kah ia dan sesiapa saja kah ia, semua bermasalah dalam moralnya. Sedangkan, kita sendiri bermental pengecut yang berdandan bak pendekar. Sekedar menguasai satu-dua jurus “kabur dan tunjuk jari”, kita sudah berani mengaku pendekar. Dengan jurus tunjuk jari kita pikir akan menyelesaikan semua permasalahan moral.
Nazriel datang.
Membawa persyaratan yang sangat mumpuni untuk menjadi kambing hitam sejarah dan peradaban kita. Terkenal, berbakat, memikat, dan agak tolol nyeleneh. Semua jari ditunjukkan ke hidung Nazriel untuk melampiaskan ketidak-tamatan kita menuntaskan urusan moral. Untuk melampiaskan kedunguan kita sendiri untuk menjaga moral kita sendiri.
Nazriel menjadi guru bangsa. Lihat bagaimana dia mengajar dengan seolah berkata, “Hei, jangan sembarangan membuat film pendek, merugikan diri sendiri dan orang lain..”. Lihat bagaimana dia mengajar dengan seolah berkata, “Hei, lihat gw dulu pernah berada di puncak dunia karena bakat gw, sekarang gw berada di lorong terbawah dunia dengan ketololan gw..”. Lihat bagaimana dia mengajar dengan seolah berkata, “Tak ada yang abadi… Ketenaran, kekayaan, dan dunia beserta isinya…”
Berapa banyak orang-orang yang mengurungkan niat membuat film pendek karena pak guru Nazriel? Berapa banyak orang-orang yang menghapus koleksi film pendek indienya karena pak guru Nazriel? Berapa banyak orang-orang terhibur dengan bakat musiknya pak guru Nazriel? Seberapa fatal kesalahan pak guru Nazriel sehingga ia dinilai banyak orang pantas untuk dipecat dari sekolah Indonesia?
Saya juga ndak tau apakah Mas Nazriel sadar bahwa ia kini menjadi guru bangsa. Kalau Mas Nazriel paham betapa besarnya ganjaran bagi seorang guru dan betapa besarnya tanggung jawab sebagai seorang guru, mestinya ia akan semakin bersungguh-sungguh menjalankan tugasnya sebagai guru.
Sebagai seorang murid, tentu ndak elok kalau saya ngasih-ngasih wejangan kepada guru bangsa kita ini soal gonjang-ganjing karir keguruannya. Karena mestinya guru bangsa kita ini punya strategi sendiri dalam karir keguruannya. Palingan saya hanya bisa berkata, “Pak guru, jangan pakai baju itu terus dong, bosen… Ganti baju laen pak, biar enak diliat sekalian ganti suasana….”
NADZIR!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
BANGUN!!!!!!!!!!!!!!
UDAH SUBUH!!!!!!!!
Duh, suara Ibu saya membangunkan saya dari mimpi……
Fiuhh……
Sumber Dari : Lelakidarimars.wordpress.com
Related posts :
Loading...
0 komentar for this post
Leave a reply
- 2008 - 2009 Ruangbacaan. Content in my blog is licensed under a Creative Commons License.
- Ruang Bacaan template designed by RuangBacaan Design.
- Powered by Blogger.com.